Teror Begal di Medan Utara Bukti Lemah nya Kinerja Polisi dan Pemko Medan
BELAWANSOLOTRANS - Belawan hari ini seolah kehilangan wibawa sebagai kawasan strategis Kota Medan. Aksi begal yang terjadi siang bolong maupun larut malam menunjukkan bahwa pelaku kejahatan tidak lagi menganggap aparat negara sebagai ancaman. Dalam satu kasus, seorang kakek dan cucunya diserang oleh enam begal bersenjata tajam di Jalan Selebes, Belawan II. Mereka bukan hanya terjatuh akibat serangan, tetapi juga kehilangan kendaraan yang menjadi satu-satunya alat mobilitas mereka. Ketika pelaku berani menyerang anak dan lansia, itu bukan sekadar kriminalitas, itu bukti bahwa keamanan publik di Belawan sudah runtuh total.
Beberapa pelaku memang berhasil ditangkap, di antaranya MR yang dilumpuhkan polisi karena mencoba kabur. Namun sebagian besar komplotan masih bebas berkeliaran, dan pola serangan yang terus berulang memperlihatkan bahwa tindakan aparat belum menyentuh akar masalah. Belawan tampak seperti wilayah yang hanya dijaga setelah ada korban jatuh, bukan dicegah sebelum kejadian terjadi. Inilah yang membuat kepercayaan publik terhadap kinerja polisi semakin merosot.
Situasi ini membuat ekonomi malam Belawan nyaris mati. Pedagang kehilangan pembeli, pengojek takut mengambil orderan malam, dan warga memilih mengurung diri karena risiko yang tidak sebanding dengan kebutuhan. Dalam kondisi seperti ini, siapa pun bisa melihat bahwa ekonomi malam runtuh bukan karena pandemi, bukan karena cuaca, tetapi karena ketidakmampuan pemerintah dan aparat menjaga keamanan warganya.
Di sinilah kritik tajam muncul: Kemana Pemko Medan? Di mana Wali Kota ketika warganya diteror begal hampir setiap minggu? Slogan pelayanan publik, kampanye pembangunan kota, dan berbagai klaim “perubahan Medan ke arah lebih baik” menjadi tidak berarti ketika jalan raya saja tidak bisa dijamin keamanannya. Teror Begal di Medan Utara bukan hanya bukti lemahnya kinerja polisi, tetapi juga bukti gagalnya Pemko Medan menjalankan kewajiban paling dasar: menjamin rasa aman.
Pemko Medan punya wewenang besar dalam tata kelola wilayah, mulai dari penerangan jalan, pengawasan lingkungan, CCTV, penataan kawasan rawan, hingga kolaborasi keamanan lintas instansi. Tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa wilayah Medan Utara, khususnya Belawan seperti dibiarkan berjalan sendiri, tanpa proteksi yang layak. Padahal setiap kali warga jadi korban, Pemko Medan selalu hadir hanya dalam bentuk pernyataan, bukan solusi.
Ketika slogan Polri berbunyi “Mengayomi dan Melindungi”, dan Pemko Medan rajin mempromosikan wajah kota yang modern, warga Belawan justru hidup dalam ketakutan setiap kali keluar rumah. Ironi ini tidak bisa lagi ditutupi. Jika kondisi terus dibiarkan, maka akan semakin jelas bahwa para begal lebih unggul dalam menguasai jalanan dibanding pemerintah yang seharusnya melindungi rakyatnya.
Sudah saatnya Pemko Medan dan jajaran keamanan berhenti sibuk pencitraan dan mulai bekerja nyata. Patroli harus diperkuat, titik rawan harus ditangani, penerangan dan CCTV harus dipasang, dan evaluasi menyeluruh harus dilakukan. Belawan bukan wilayah kelas dua, dan warganya bukan angka statistik yang hanya muncul ketika tragedi terjadi. Rasa aman adalah hak paling dasar yang tidak boleh dinegosiasikan, apalagi di kota sebesar Medan. Jika pemerintah tetap lamban, maka teror begal akan terus menjadi penguasa malam, sementara warga dibiarkan bertahan sendiri tanpa perlindungan. (red).
.webp)



0 Komentar